Pembangunan infrastruktur di Indonesia menghadapi tantangan fundamental, yaitu keterbatasan fiskal pemerintah untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur. Skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) menjadi solusi strategis, namun implementasinya terhambat oleh konstruksi hukum alokasi risiko yang belum koheren. Penelitian ini mengangkat isu kritis terkait kegagalan beberapa proyek KPBU yang mengindikasikan bahwa regulatory framework KPBU di Indonesia belum mampu mengantisipasi dinamika kontrak yang bervariasi. Penelitian ini menjawab dua pertanyaan utama, yaitu bagaimana konstruksi normatif dan kontraktual alokasi risiko KPBU dalam kerangka hukum Indonesia, dan sejauh mana kerangka tersebut mampu mengantisipasi kompleksitas dan variasi dinamika kontrak. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan lima pendekatan, yakni konseptual, perundang-undangan, historis, komparatif, dan studi kasus pada Proyek SPAM Bandar Lampung dan Jalan Tol Krian–Legundi–Bunder–Manyar. Penelitian ini mengungkap bahwa meskipun Perpres 38/2015 dan Permen Bappenas 7/2023 telah mengatur prinsip alokasi risiko, implementasinya mengalami: (1) miskonsepsi penuangan alokasi risiko dalam Perjanjian KPBU berdasarkan prinsip Value for Money; (2) kekosongan standar nasional risk allocation matrix; (3) tumpang tindih regulasi KPBU dalam sistem hukum nasional; (4) perlunya penguatan peran institusi penjamin; serta (5) terbatasnya kapasitas kelembagaan PJPK, terutama PDAM sebagai pelaksana KPBU sektor air minum. Analisis dengan teori law as integrity menunjukkan perlunya integrasi prinsip Value for Money, efisiensi risiko, dan kepastian hukum dalam seluruh peran KPBU. Penelitian ini merekomendasikan: (1) rekonstruksi hukum yang mengatur KPBU untuk menetapkan parameter alokasi risiko; dan (2) Kementerian Keuangan mengambil peran lebih besar dengan menerbitkan Matriks Alokasi Risiko KPBU sebagai standar nasional untuk menekan potensi adanya contingent liabilities yang excessive. Pengalokasian risiko diarahkan lebih adaptif, yakni didasarkan pada kontrol otoritas, kapabilitas teknis, dan daya dukung fiskal, bukan sekadar kelaziman praktik global. Rekomendasi strategis penelitian ini adalah bahwa rekonstruksi hukum alokasi risiko dapat meningkatkan bankability proyek KPBU dan kepastian pengalokasian risiko, serta meminimalisasi contingent liabilities pemerintah. Dengan demikian, kerangka regulasi KPBU diharapkan lebih adaptif, kredibel, dan akuntabel sehingga dapat mendukung pembangunan infrastruktur yang inklusif.
Ditulis oleh Anton Abdul Fatah, Muhammad Jibril, Richo Andi Wibowo, Mahaarum Kusuma Pertiwi, Fariza Astriny, Diva Muhammad Alfirman, Oksita Putrining Yansri, Muhammad Bagus Alfian, Putrida Sihombing, Hesa Adrian Kaswanda, Muchamad Irham Fathoni, Akbar Saputra, Achmad Sofwan, Muchlis Ahmad Tri Setiawan, Nigel Abdullah, Damara Lutfiah Irawan, Poppy Hairunnisa, Aji Baskoro, Nurrohman Wijaya, Mas Muhammad Gibran Sesunan, Nabiyla Risfa Izzati, Agus Sarwono, Amanda Tan, Denny Iswanto, Herliana, Mary Grace Megumi Maran, Dian Handayani, Anak Agung Ayu Vira Sonia