Infrastruktur telekomunikasi memiliki peran strategis dalam membangun konektivitas nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan menunjang berbagai sektor kehidupan. Namun, upaya percepatan pembangunan sektor ini kerap terkendala oleh tumpang tindih pungutan negara yang tidak selaras dengan insentif fiskal yang ditawarkan pemerintah. Artikel ini menyoroti pentingnya rekonstruksi kebijakan pungutan negara atas infrastruktur telekomunikasi agar menjadi lebih sederhana, terprediksi, dan diterima secara politik. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (UU PNPB) dan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), berbagai pungutan baru bermunculan di tingkat pusat dan daerah sehingga menciptakan ketidakpastian hukum dan beban biaya yang tidak proporsional bagi pelaku usaha. Artikel ini juga mengulas dampak negatif dari ‘pseudo tax’ dalam bentuk PNBP tanpa instrumen formal seperti yang jamak berlaku dalam sistem perpajakan. Untuk itu, penulis menekankan pentingnya harmonisasi kebijakan antarkementerian dan lembaga serta peninjauan ulang terhadap regulasi yang berpotensi mengganggu iklim investasi. Penulis juga merekomendasikan reformasi sistem PNBP, pelaksanaan Pasal 3 UU PNBP secara konsisten, serta penguatan koneksi antara pungutan negara dan pelayanan publik guna membangun legitimasi fiskal serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap komitmen negara dalam memperbaiki infrastruktur dan layanan telekomunikasi.
Author by IIGF Institute