Kondisi sanitasi DKI Jakarta masih jauh dari ideal – untuk tidak menyebutnya ‘memprihatinkan’ – dengan hanya sebagian kecil penduduk terlayani oleh sistem pengolahan limbah yang memadai. Rendahnya cakupan layanan menyebabkan pencemaran lingkungan, membahayakan kesehatan masyarakat, dan menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan. Pemerintah telah menargetkan peningkatan layanan sanitasi melalui tiga strategi utama, yaitu pembangunan sistem IPAL terpusat, pengembangan IPAL komunal, dan optimalisasi tangki septik. Namun, terdapat celah layanan sebesar 17% yang memerlukan intervensi khusus melalui skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Untuk mendukung strategi ini, reposisi lembaga pengelola sanitasi sangatlah krusial, dengan menjadikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai pengelola aset yang bertugas menjalin kemitraan dengan para investor. BUMD dinilai memiliki peran strategis karena mampu mengakses pembiayaan, mengelola aset secara langsung, dan bertindak sebagai pelaksana teknis. Sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, investor, dan masyarakat menjadi kunci kesuksesan pengelolaan sanitasi yang baik. Selain itu, peningkatan layanan sanitasi melalui edukasi, insentif, regulasi, dan integrasi kebijakan perlu dilakukan agar sanitasi tidak hanya dilihat sebagai kebutuhan sekunder, namun kebutuhan primer seluruh warga masyarakat. Dengan penguatan kelembagaan, pembenahan kebijakan tarif, dan dukungan pemerintah, pembangunan sistem sanitasi dapat menunjang terwujudnya kota yang tangguh dan berketahanan (resilient city).
Ditulis oleh IIGF Institute