Meningkatnya kebutuhan investasi infrastruktur yang sejalan dengan target pembangunan mendorong Indonesia untuk bisa mengadaptasi skema-skema pembiayaan inovatif yang lebih inklusif dan kolaboratif. Artikel ini membahas berbagai skema pembiayaan inovatif tersebut—seperti pendanaan campuran (blended finance), obligasi hijau (green bonds), obligasi berbasis Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs bonds), Land Value Capture (LVC), dan Hak Pengelolaan Terbatas (HPT)—serta potensi optimalisasinya melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Penulis menggarisbawahi pentingnya sinergi antara sektor publik dan swasta dalam menjawab keterbatasan kapasitas fiskal negara. Melalui struktur proyek yang matang dan pemanfaatan insentif publik, seperti Fasilitas Penyiapan Proyek (Project Development Facility/PDF), dukungan kelayakan (Viability Gap Funding/VGF), penjaminan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, serta skema pengembalian investasi Availability Payment (AP), skema KPBU dapat menjadi tulang punggung (backbone) pembiayaan infrastruktur inovatif di Indonesia. Artikel ini juga menekankan perlunya desain pembiayaan yang tepat sejak tahap awal, termasuk integrasi berbagai sumber dana dan peran aktif lembaga filantropi. Di akhir artikel, penulis merekomendasikan pembentukan kerangka kerja terpadu, penyelarasan insentif investasi, dan penguatan koordinasi antar pemangku kepentingan. Dengan pendekatan ini, Indonesia diharapkan mampu menarik lebih banyak partisipasi swasta dan mewujudkan infrastruktur yang tangguh, efisien, dan berkelanjutan.
Ditulis oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)